Universitas Tadulako
Aturan Dilarang Merokok, Antara Ada Dan
Tiada
“Dilarang
Merokok Di Kawasan Ini”
Seperti
itulah kiranya isi peringatan dalam ukuran besar dan terletak di tepi jalan
yang setiap hari dilalui oleh semua orang yang mempunyai keperluan di
Universitas Tadulako (Untad). Dilarang merokok merupakan aturan yang diberlakukan
di area publik, tanpa terkecuali dikawasan Untad, baik sekedar tulisan
didinding, hingga dalam bentuk poster atau baliho yang berdiri tegak disisi
jalan yang sering dilalui di lingkungan kampus.
Tidak
salah kalau banyak yang mengatakan, aturan dibuat untuk dilanggar. Sama halnya
dengan aturan “Dilarang Merokok” yang diberlakukan di Untad. aturan ini merupakan
aturan yang dibuat untuk dilanggar. Dan sampai saat ini belum ada sanksi yang
tegas terhadap pelanggarnya. Mereka atau yang biasa diistilahkan sebagai
perokok aktif, berlenggang tanpa peduli pada aturan yang terpampang dengan
jelas, ditemani sebatang rokok yang terselip diantara jari telunjuk dan jari
manis, dengan asap yang terus mengepul dari mulutnya seperti kereta uap.
Sementara orang-orang disekitar yang tidak merokok (perokok pasif), dan dengan
pengetahuan minim tentang bahaya rokok, membiarkan saja aturan ini dilanggar
serta mendapatkan dampak dari pelanggaran si perokok aktif.
Seandainya
mereka menyadari bahaya yang dihasilkan pembunuh berwujud asap tersebut
terhadap diri mereka, masihkah mereka bisa menikmatinya? Atau haruskah mereka
merasakan apa yang dihasilkan asap tersebut, baru mereka bisa berhenti atau
setidaknya mengurangi porsi penggunaannya?
Berdasarkan
data yang saya temukan (www.kompasiana.com), Untuk sehari saja, seorang perokok
aktif yang merokok setiap hari, bisa menghabiskan 1 hingga 2 bungkus rokok
dalam sehari. Sungguh jumlah yang labih dari cukup untuk memberikan penyakit
terhadap dirinya dalam kurun waktu singkat. Yang lebih miris, aktivitas merokok
diruang publik ini tidak saja memberikan penyakit untuk dirinya sendiri, tapi
menimbulkan korban perokok pasif dalam jumlah yang jauh lebih banyak.
Menurut
ahli penyakit jantung Ravindra L. Kulkarni, perokok pasif memiliki dampak buruk
kesehatan yang bahkan melebihi dari
mereka yang merokok. Hanya dengan berada disekitar perokok aktif yang asik
menikmati sebatang rokok, dan menghembuskan asapnya, perokok aktif telah
mengekspos dirinya untuk semua jenis masalah kesehatan. terutama wanita dan
anak-anak, merupakan, perokok pasif yang paling rentan tehadap asap si perokok
aktif.
Tidak
ada batas aman bagi orang yang terpapar asap rokok dan penelitian telah membuktikan.
Hal ini yang menjadikan dasar dibuatnya peraturan dilarang merokok di area
publik. Betapa egoisnya orang-orang yang merokok di area yang memberlakukan
aturan ini. Namun kesalahan tidak saja kepada smokers, tapi juga kesalahan “orang-orang
atas” yang membuat aturan tapi tidak melakukan pengawasan terhadapnya. Ini merupakan
salah satu diantara sekian banyak aturan yang tidak efektif karena tidak ada
pemantauannya.
Aturan
ini sudah jelas diberlakukan dilingkungan kampus, namun ternyata hampir di
setiap kegiatan mahasiswa, perusahaan produsen rokok berperan sebagai sponshor.
Alhasil, di spanduk malah terpampang logo dan / merk rokok guna menarik
konsumen dari kalangan mahasiswa Untad sendiri. Sebuah arena pendidikan yang
dijadikan arena promosi oleh perusahaan rokok, yang jelas produknya dilarang
dikonsumsi dilingkungan kampus. Bahkan pernah ada baliho permanen selamat
datang di Universitas Tadulako dengan logo Untad dan Logo Perusahaan Rokok yang
berdiri sejajar. Hal ini jelas bertentangan dengan peraturan pemerintah No. 19
Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Untuk KesehatanPasal 22 yang berbunyi :
Tempat Umum, sarana kesehatan, tempatkerja dan tempat yang secara spesifik
sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak,tempat ibadah dan
angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok (Stepmagz.com, 22 oktober
2010). Pelanggaran ini sempat diabadikan seorang sineas muda bernama Nur soima
ulfa dalam sebuah film dokumenter yang merupakan salah satu dari empat film
jagoan kickstart Palu 2010, yang berjudul “Tadulako Mild”. Film ini pun
tercipta setelah tim produksi melalui berbagai riset yang dapat dibuktikan.
Pelanggaran
yang sangat nampak tanpa mendapatkan tindakan tegas. Jangankan tindakan, pengawasan terhadap pelanggaran-pelanggaran
tersebut pun hampir tidak ada. Dan akhirnya, aturan-aturan ini hanya sekedar
penghias dinding atau sisi jalan saja, karna aturannya ada, tanpa tindakan
nyata terhadap pelangarannya atau bagaimana cara mencegahnya.
Terhadap
pembunuh berwujud manusia, biasanya dijatuhi hukuman minimal kurungan dan
denda. Bahkan ada yang sampai hukuman seumur hidup atau atau hukuman mati bagi
pembunuhan berencana. Dan apakah hukuman yang paling tepat terhadap pembunuh
berwujud asap ini atau mereka yang memproduksi nya?
Peraturan
tanpa sebuah pemantauan, hanya akan menghasilkan sebuah pelanggaran. Seperti
telah menjadi sebuah kelaziman di Indonesia, sebuah peraturan atau bahkan undang-undang
dibuat hampir tanpa pemantauan dalam pengawasannya. Kalaupun ada pemantauan,
kadang hanya sementara, atau biasanya kita istilahkan, hangat-hangat tahi ayam.
Awalnya saja dipantau, berikutnya kembali ke sedia kala. Memang mudah membuat
peraturan, tapi tidak mudah menjalankan peraturan tersebut agar berjalan
sebagaimana mestinya. Peningkatan kesadaran pada diri sendiri jauh lebih baik
daripada hanya mengandalkan sebuah peraturan. Yang mau merokok, silahkan. Tapi jangan
lupa, hargai orang disekitar yang tidak ingin ikut menikmati kematian yang
mendekat bersama anda. Jangan biarkan orang disekitar, terutama orang yang anda
sayang terserang penyakit karena hobi anda.
Aturan
Ada, Bukan Untuk Dilanggar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tambahkan komentar sesuai hati nurani anda, dan tidak mengandung SARA