Seperti
yang kita ketahui bahwa alkohol dan sejenisnya merupakan minuman keras karena
menurunkan tingkat kesadaran dan orang-orang yang mengkonsumsinya dianggap
memiliki perilaku yang menyimpang. Dalam tingkat seperti ini alkohol lebih
bersifat sebagai jenis minuman biasa, pendorong agar cepat tidur, perlindungan
terhadap kedinginan dan sebagai obat penyakit tertentu, tetapi juga berfungsi
sebagai sarana dalam rangka mengembangkan simbol solidaritas serta sebagai sarana untuk jembatan dan
pengakraban pergaulan. Di masyarakat Kota Palu (secara umum) dan dilingkungan
saya khususnya, minuman beralkohol sengaja diberikan kepada aparat kepolisian yang
ditugaskan untuk mengamankan atau sekedar berjaga-jaga dilokasi tempat
berlangsungnya pernikahan pada malam hari oleh si pembuat hajatan (atau sekedar
diberi uang, dan polisinya sendiri yang membeli minuman tersebut), dan hal ini
pun sudah menjadi kebiasaan di kehidupan sosial kita hingga “tak ada pesta
pernikahan tanpa pesta minuman keras bagi aparat hukum (polisi,red).”
Anggota
polisi yang sejatinya berfungsi sebagai pengayom masyarakat, dan mestinya jauh
lebih tahu bahwa minuman tersebut tidak boleh dikonsumsi, malah mengkonsumsinya
dalam jumlah yang tidak sedikit pada pesta-pesta pernikahan yang mereka jaga. Banyak
di jumpai pemakaian yang berlebihan dan tidak wajar sehingga di samping sudah
menyimpang dari berbagai fungsi semula, kebiasaan mengkonsumsi minuman ini
dapat mengakibatkan dampak negatif baik secara fisik maupun sosial. Dampak yang
paling jelas dari mabuk alkohol adalah perilaku seseorang menjadi lebih agresif
dan memperbesar potensi untuk melakukan tindak kriminalitas.
Dapatkah
kita membenarkan pemberian minuman berlkohol terhadap aparat kepolisian yg
berjaga di lokasi hajatan pernikahan? Ataukah kebiasaan yang telah membudaya
ini harus ditindak? (@inta_si)